Banyak trader forex yang mengira bahwa dengan banyaknya frekuensi trading akan memberikan peluang profit yang lebih besar. Pada kenyataannya tidak demikian, banyak trader yang stress atau bahkan frustasi dengan seringnya mereka masuk pasar dengan probabilitas profit yang rendah.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa para scalper (yang sering keluar masuk pasar dengan time frame rendah) dan day trader (yang setiap hari masuk pasar dengan frekuensi lebih dari sekali) hasil tradingnya secara rata-rata masih dibawah mereka yang frekuensi tradingnya lebih rendah. Yang dimaksud frekuensi trading dalam artikel ini adalah bagi para manual trader, bukan bagi trader yang menerapkan software trading atau robot yang bisa beberapa kali keluar masuk pasar dengan otomatis.
Adalah sifat alami seorang trader jika semakin sering memonitor pergerakan harga maka akan mudah tergoda untuk membuka posisi trading. Biasanya terjadi pada trader yang mengacu pada time frame rendah semisal 15 menit, 5 menit atau bahkan 1 menit, karena dengan demikian mereka cenderung untuk menaruh prediksi yang berlebihan pada pergerakan harga pasar sehingga berpotensi untuk melakukan kesalahan yang berakibat pada resiko yang cukup besar.
Kita telah tahu bahwa lebih banyak trader yang gagal dibanding yang sukses. Jika kita tahu bahwa sebagian besar yang gagal tersebut frekuensi tradingnya tinggi, maka akan lebih bijak jika kita berbuat sebaliknya dengan tidak sering masuk pasar seperti yang pada umumnya mereka lakukan. Ya, bukti menunjukkan bahwa trader yang berbasis hanya pada daily chart dengan frekuensi trading yang relatif rendah, dalam jangka panjang hasilnya akan jauh lebih konsisten.
Jika kita trading lebih jarang, maka resiko kita akan lebih kecil dibanding trader yang frekuensi masuk pasarnya lebih besar. Ambil contoh, dengan balance yang sama seorang trader dalam sebulan buka posisi sebanyak 30 kali, sedang trader yang lain 3 kali. Position size per trade pada trader pertama tentu tidak akan sebesar trader yang hanya 3 kali sebulan masuk pasar.
Selain itu waktu yang dibutuhkan dan mungkin rasa stress yang dialami trader pertama lebih tinggi dari yang terakhir. Jika kita meningkatkan kualitas trading dengan jarang masuk pasar, potensi risk/reward ratio kita juga akan meningkat. Kita akan masuk pasar jika kondisinya memang telah sesuai dengan metode strategi trading yang kita terapkan. Hal ini akan memperbesar probabilitas profit kita selain mengurangi waktu dalam memonitor pergerakan harga pasar. Mungkin berlawanan dengan profesi yang lain dimana semakin banyak waktu kita kerja akan semakin menghasilkan uang, dalam kenyataannya profesi trader forex tidaklah demikian, kita malah harus menghindari over-trading atau frekuensi trading yang berlebihan.
Contoh trading dengan frekuensi rendah dan frekuensi tinggi
Berikut contoh yang menunjukkan bahwa frekuensi trading yang tinggi tidak berarti akan menghasilkan keseluruhan profit yang tinggi juga. Dalam contoh ini ditunjukkan hasil akhir seorang trader yang menggunakan time frame 4-hour dan trader yang menerapkan time frame daily dalam waktu satu bulan. R adalah Return atau reward (profit) yang telah ditentukan dan dihitung dalam dollar. Risk/reward ratio dalam contoh ini = 1:1. Jadi jika resiko per trade = $100, maka reward per trade-nya juga $100, jika kita profit $500 dalam sebulan, maka hasi akhirnya = 5R. Ternyata hasil akhir kedua trader pada bulan tersebut sama, yaitu 3R, tetapi trader yang pertama dengan time frame 4-hour telah masuk pasar sebanyak 15 kali dibanding trader kedua dengan time frame daily yang dalam sebulan hanya masuk pasar sebanyak 4 kali saja.
Pada contoh ini win rate trader pertama adalah sebesar 6 (frekuensi profit/winner) / 15 (total frekuensi trading) = 40%, sedang trader kedua sebesar 2/4 atau 50%. Dalam hal keterlibatan emosi, stress atau mungkin rasa frustasi, trader kedua tentu lebih baik, dan berakhir dengan hasil yang sama dengan trader pertama. Jika mungkin frekuensi trading kita lebih dari 15 kali dalam sebulan, tapi toh hasil akhirnya masih loss, bisa mencoba untuk memulai dengan frekuensi trading yang rendah atau tidak sering masuk pasar.
(Catatan: contoh diatas bukan hasil trading yang sebenarnya, dibuat hanya untuk memberi gambaran)
Jika kita trading dengan metode price action, mungkin dalam sebulan hanya ada beberapa setup yang valid, jadi kita tidak sering masuk pasar. Kita mesti cukup sabar mengamati kondisi pasar pada time frame daily hingga pergerakan harganya memberikan sinyal yang benar-benar valid untuk entry.
Kenapa trader sering masuk pasar
Dari survey dan penelitian, trader sering-sering masuk pasar karena mereka terlalu percaya diri setelah berhasil mencetak profit besar atau profit yang berturut-turut, terutama bagi mereka yang tidak menerapkan trading plan. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Terrance Odean and his colleagues menyimpulkan bahwa kebanyakan para investor lebih menitik beratkan pada keuntungan dalam kalkulasi tradingnya, seperti yang tertulis dalam makalahnya berjudul Do Day Traders Rationally Learn About Their Ability.
Dari survey dan penelitian, trader sering-sering masuk pasar karena mereka terlalu percaya diri setelah berhasil mencetak profit besar atau profit yang berturut-turut, terutama bagi mereka yang tidak menerapkan trading plan. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Terrance Odean and his colleagues menyimpulkan bahwa kebanyakan para investor lebih menitik beratkan pada keuntungan dalam kalkulasi tradingnya, seperti yang tertulis dalam makalahnya berjudul Do Day Traders Rationally Learn About Their Ability.
Odean and company juga meneliti kenapa hasil trading para day trader atau para trader yang masuk pasar lebih dari sekali dalam sehari selalu negatif, dan menggaris bawahi bahwa rata-rata mereka kecanduan trading dengan time frame rendah dan frekuensi tinggi. Rekomendasi yang diberikan adalah hindari menitik beratkan pada profit dalam trading plan, jangan menerapkan leverage yang terlalu tinggi pada account trading dan jangan over-trade.
Trader pria dan trader wanita
Dari artikel yang pernah dimuat pada website The New York Times, trader pria cenderung untuk trading dengan frekuensi yang lebih besar dari trader wanita. Dari hasil survey, trader pria cenderung berpikir bahwa mereka tahu apa yang akan terjadi di pasar sementara trader wanita lebih menerima kenyataan bahwa mereka tidak tahu dengan pasti apa yang akan terjadi di pasar.
Dari artikel yang pernah dimuat pada website The New York Times, trader pria cenderung untuk trading dengan frekuensi yang lebih besar dari trader wanita. Dari hasil survey, trader pria cenderung berpikir bahwa mereka tahu apa yang akan terjadi di pasar sementara trader wanita lebih menerima kenyataan bahwa mereka tidak tahu dengan pasti apa yang akan terjadi di pasar.
Dalam kenyataannya trader wanitalah yang benar, karena tak seorangpun tahu apa yang akan terjadi pada pasar kecuali ada informasi illegal dari insider trader yang tak mungkin terjadi dalam pasar forex (dalam pasar saham mungkin saja terjadi). Karena trading adalah tentang probabilitas, maka sebaiknya dihindari untuk masuk pasar dengan probabilitas yang rendah, kecuali jika menerapkan metode trading yang bisa memberikan sinyal setup trading yang valid.
Sumber: Nial Fuller - www.learntotradethemarket.com
http://www.seputarforex.com/
Posting Komentar